Selasa, 02 Februari 2016

ANALISIS CERPEN PEREMPUAN YANG SELALU MENGGELITIK PINGGANGKAU KARYA MARTIN ALEIDA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MIMETIK



ANALISIS CERPEN
PEREMPUAN YANG SELALU MENGGELITIK PINGGANGKAU
KARYA MARTIN ALEIDA
MENGGUNAKAN PENDEKATAN MIMETIK

TUGAS MATA KULIAH  SOSIOLOGI SASTRA
Dosen : Drs. Parlindungan nadeak

Disusun Oleh:
Adrianus Andika R
F 11410035

KELAS A 2010
REGULER B


 






FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Karya satra merupakan cerminan kehidupan masyarakat. Karya satra itu bersifat dinamis berjalan sesuai dengan perkembangan masyarakat karena karya sastra itu hasil ciptaan seseorang yang merupakan bagian dari masyarakat. Di dalam masyarakat seorang individu menjalani berbagai macam kejadian yang ia alami. Dari kejadian yang ia alami yang ada pada dunia nyata itulah sebagai bahan dasar ide dalam penulisan karya sastra.
            Dari pengertian di atas maka dalam mengkaji karya satra kita dapat menghubungkan dengan sosiologi sastra. Dimana ilmu tersebut membahas karya sastra yang di hubungkan dengan masyarakat. Sosilologi sastra juga dapat di definisikan sebagai pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya.( Ratna, 2:2011). Dengan dua pengertian tersebut maka karya sastra dapat dihubungkan dengan masyarakat. Karya sastra sesungguhnya adalah dunia miniatur, karya sastra berfungsi sebagai pengekspresian kejadian-kejadian, yang telah dikerangkakan dalam pola kreativitas dan imajinasi.
            Ketika menghubungkan karya sastra dengan masyarakat maka kita akan memahami karya sastra dari sudut pandang sosiologi sastra. Dalam sosiologi sastra terdapat berbagai teori yang dapat digunakan. Salah satunya adalah teori mimetik. teori mimetik itu sendiri menggangap bahwa karya sastra merupakan cerminan dari masyarakat.
            Pendekatan mimetik ini akan kami terapkan pada salah satu karya sastra yakni cerpen yang berjudul “perempuan yang Selau Menggelitik Pinggangku”. Kami akan membahas cerpen ini dengan menganalisis kejadian-kejadian dalam karya sastra yang dihubungakan dengan fakta-fakta sosial yang ada pada masyarakat. Cerpen dengan judul “Perempuan yang Selalu Menggelitik Pinggangku ” ini merupakan cerpen karangan Martin Aleida yang mengisahkan kekaguman seorang laki-laki terhadap perempuan, tetati perempuan itu kemudian membohonginya.

B.     Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang di atas maka dapat kita jadikan sebagai pijakan dalam menyusun rumusan masalah. Rumusan masalah yang diambil adalah bagaimana penerapan pendekatan mimetik dalam mengkaji cerpen dan apa sajakah kejadian-kedajian dalam cerpen yang berhubungan dengan fakta-fakta sosial yang ada dalam masyarakat.

C.     Tujuan
Mengetahui bagaimana penerapan analisis mimetik dalam cerpen dan memahami kejadian yang ada dalam cerpen yang berhubungan dengan fakta-fakta sosial dalam masyarakat.
D.    Kajian Teori
Teori mimesis ini perpijak pada pemikiran Plato dan Aristoteles. Plato memilki pandangan terhadap mimesis itu sendiri. Begitu pula Aristoteles. Pandangan Plato mengenai mimesis sangat dipengaruhi oleh pandangannya mengenai konsep Idea-idea yang kemudian mempengaruhi bagaimana pandangannya mengenai seni.
Plato menganggap Idea yang dimiliki manusia terhadap suatu hal merupakan sesuatu yang sempurna dan tidak dapat berubah. Idea merupakan dunia ideal yang terdapat pada manusia. Idea oleh manusia hanya dapat diketahui melalui rasio,tidak mungkin untuk dilihat atau disentuh dengan panca indra. Idea bagi Plato adalah hal yang tetap atau tidak dapat berubah, misalnya idea mengenai bentuk segitiga, ia hanya satu tetapi dapat ditransformasikan dalam bentuk segitiga yang terbuat dari kayu dengan jumlah lebih dari satu . Idea mengenai segitiga tersebut tidak dapat berubah, tetapi segitiga yang terbuat dari kayu bisa berubah (Bertnens1979:13).
Berdasarkan pandangan Plato mengenai konsep Idea tersebut, Plato sangat memandang rendah seniman dan penyair dalam bukunya yang berjudul Republic bagian kesepuluh. Bahkan ia mengusir seniman dan sastrawan dari negerinya. Karena menganggap seniman dan sastrawan tidak berguna bagi Athena, mereka dianggap hanya akan meninggikan nafsu dan emosi saja. Pandangan tersebut muncul karena mimesis yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan hanya akan menghasilkan khayalan tentang kenyataan dan tetap jauh dari ‘kebenaran’. Seluruh barang yang dihasilkan manusia menurut Plato hanya merupakan copy dari Idea, sehingga barang tersebut tidak akan pernah sesempurna bentuk aslinya (dalam Idea-Idea mengenai barang tersebut). Sekalipun begitu bagi Plato seorang tukang lebih mulia dari pada seniman atau penyair. Seorang tukang yang membuat kursi, meja, lemari dan lain sebagainya mampu menghadirkan Idea ke dalam bentuk yang dapat disentuh panca indra. Sedangkan penyair dan seniman hanya menjiplak kenyataan yang dapat disentuh panca indra (seperti yang dihasilkan tukang), mereka oleh Plato hanya dianggap menjiplak dari jiplakan (Luxemberg:16).
Menurut Plato mimesis hanya terikat pada ide pendekatan. Tidak pernah menghasilkan kopi sungguhan, mimesis hanya mampu menyarankan tataran yang lebih tinggi. Mimesis yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan tidak mungkin mengacu secara langsung terhadap dunia ideal. (Teew.1984:220). Hal itu disebabkan pandangan Plato bahwa seni dan sastra hanya mengacu kepada sesuatu yang ada secara faktual seperti yang telah disebutkan di muka. Bahkan seperti yang telah dijelaskan di muka, Plato mengatakan bila seni hanya menimbulkan nafsu karena cenderung menghimbau emosi, bukan rasio (Teew. 1984:221).
Sedangkan Aristoteles adalah seorang pelopor penentangan pandangan Plato tentang mimesis, yang berarti juga menentang pandangan rendah Plato terhadap seni. Apabila Plato beranggapan bahwa seni hanya merendahkan manusia karena menghimbau nafsu dan emosi, Aristoteles justru menganggap seni sebagai sesuatu yang bisa meninggikan akal budi. Teew (1984: 221) mengatakan bila Aristoteles memandang seni sebai katharsis, penyucian terhadap jiwa. Karya seni oleh Aristoteles dianggap menimbulkan kekhawatiran dan rasa khas kasihan yang dapat membebaskan dari nafsu rendah penikmatnya.
Aristoteles menganggap seniman dan sastrawan yang melakukan mimesis tidak semata-mata menjiplak kenyataan, melainkan sebuah proses kreatif untuk menghasilkan kebaruan. Seniman dan sastrawan menghasilkan suatu bentuk baru dari kenyataan indrawi yang diperolehnya. Dalam bukunya yang berjudul Poetica (via Luxemberg.1989:17), Aristoteles mengemukakakan bahwa sastra bukan copy (sebagaimana uraian Plato) melainkan suatu ungkapan mengenai “universalia” (konsep-konsep umum). Dari kenyataan yang menampakkan diri kacau balau seorang seniman atau penyair memelih beberapa unsur untuk kemudian diciptakan kembali menjadi ‘kodrat manusia yang abadi’, kebenaran yang universal. Itulah yang membuat Aristoteles dengan keras berpendapat bahwa seniman dan sastrawan jauh lebih tingi dari tukang kayu dan tukang-tukang lainnya.
Pandangan positif Aristoteles terhadap seni dan mimesis dipengaruhi oleh pemikirannya terhadap ‘ada’ dan Idea-Idea. Aristoteles menganggap Idea-idea manusia bukan sebagai kenyataan. Jika Plato beranggapan bahwa hanya idea-lah yang tidak dapat berubah, Aristoteles justru mengatakan bahwa yang tidak dapat berubah (tetap) adalah benda-benda jasmani itu sendiri. Benda jasmani oleh Aristoteles diklasifikasikan ke dalam dua kategori, bentuk dan kategori. Bentuk adalah wujud suatu hal sedangkan materi adalah bahan untuk membuat bentuk tersebut, dengan kata lain bentuk dan meteri adalah suatu kesatuan (Bertens.1979: 13).

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Penerapan Pendekatan Mimetik dan Analisis cerpen Perempuan yang Selalu Menggelitik Pinggangku karya Martin Aleida
Untuk dapat menganalisis cerpen dengan menggunakan teori mimetik maka kita harus menganalisis aspek-aspek sosial yang ada dalam cerpen itu sendiri. Hal itu dikarenakan mimesis menurut pandangan Aristoteles berarti seniman dan sastrawan yang melakukan mimesis tidak semata-mata menjiplak kenyataan, melainkan sebuah proses kreatif untuk menghasilkan kebaruan. Seniman dan sastrawan menghasilkan suatu bentuk baru dari kenyataan indrawi yang diperolehnya. Dalam bukunya yang berjudul Poetica (via Luxemberg.1989:17).
Dari masalah yang diangkat pengarang dalam cerpen ini, dapat dilihat bahwa fenomena sosial yang terjadi hanya berasal dari satu konflik yaitu kekaguman seorang laki-laki terhadap seorang perempuan, yang kemudian ia ingin sekali bertemu dengan perempuan itu, tetaapi hasilnya setelah bertemu ia malah dibohongi perempuan itu sendiri. Dimana konflik tersebut terjadi ketika tokoh Aku masih muda dahulu dan sedang kuliah di Moskow. Cerpen Perempuan yang Selalu Mengelitik Pinggangku ini sebenarnya menceritakan seorang kakek tua yang bercerita dengan imajinasinya yang dangkal untuk menghibur cucunya. Ia mendapat inspirasi dari sebuah guntingan koran L’Unita yang dibuat kliping waktu ia masih kuliah dahulu. Di situlah awalnya peristiwa dalam cerita cerpen ini.
Martin Aleida sebagai pengarang cerpen Perempuan yang Selalu Menggelitik Pinggangku menempatkan dirinya sebagai tokoh Aku sekaligus sebagai tokoh utama dalam cerpennya dan dia lah yang kemudian bercerita. Dalam cerpen ini, pengarang yang sekaligus menjadi tokoh Aku menceritakan kisah atau pengalamannya semasa kuliah si Uni Soviet dahulu. Semasa ia kuliah ia mendapat beasiswa sebesar 90 rubel. Dan ia banyak menghabiskan uang tersebut untuk membeli bacaan seperti koran. Gara-gara membeli koran ia lupa untuk menabung uangnya, padahal ia berkeinginan untuk pergi ke Italia, tetati diceritakan, walaupun ia tidak mendapatkan unag cukup untuk pergi ke Italia, tetapi ia tidak kehabisan akal untuk pergi juga. Dan akhirnya ia pun pergi, dengan unag yang hanya cukup untuk membayar tiket kereta api. Di perjalanannya itulah ia bertemu dengan seorang perempuan yang selalu menggelitik punggungnya yang kemudian menjadi kawannya.
Sebenarnya yang ingin disampaikan penulis melalui cerpen ini adalah nilai-nilai apa yang ingin disampaikanya yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat. Nilai-nilai ini terdapat dalam aspek sosial, misalnya yang digambarkan oleh penulis seperti berikut.
1.      Kedekatan seorang anak dengan ibu
Dalam cerpen ini kedekatan ibu dan anak digambarkan dengan kerinduan seorang anak dengan ibunya, ketika berada jauh dengan ibunya. Dalam cerpen tokoh Aku, walaupun ia tidak bisa bertemu dengan ibu kandungnya yang berada dijauh, tetapi ia berniat menghilangkan kerinduannya dengan seorang ibu yang ia kenal waktu berada di kereta api. Hal itu tampak pada kalimat ini: “ pada saat seperti itu terasa benar bahwa aku berada di perantauan yang jauh, di mana batang kelapa, pohon singkong maupun akar bakau adalah mimpi di balik dunia yang lain. Aku teringat Emakku. Dengan siapa aku cinta dan hormat begitu tinggi” ( paragraf 25).
Meningat ibunya yang jauh, sehingga ia tidak bisa melepas rindu, maka ia memutuskan untuk melepas rindunya kepada seorang perempuan tua yang ia kenal watu dikapal. Tampak dari kalimat ini: “Pahit rasanya kalau rindu tak terpuaskan. Entah bagaimana, lamunanku pada kampung halaman mendorong hatiku untuk melangkahkan kaki keluar asrama .... menuju tempat tinggal seorang perempuan Rusia, kawan seperjalannanku”( paragraf 26).
2.      Persahabatan
Sifat manusia yang selalu bersahabat digambarkan dalam cerpen karya Martin Aleida yang berjudul Perempuan yang Selalu Menggelitik Pinggangku. Walaupun pertemuan di antara tokoh aku dan Perempuan itu hanya sebentar, yaitu di kereta api. Tetapi mereka bisa sangat dekat dan akrab pada kemudian harinya.  Sehingga mereka sering bertemu di kemudian harinya. Persahabatan memang selalu ada rintangannya, begitu juga persahabatan antara keda tokoh di dalam cerpen tersebut juga akan medapat tantangan. Terlihat pada kalimat ini:
“Minggu berikutnya aku datang lagi. Dan datang, datang lagi, dengan keyakinan persahabatan tak boleh mati. Hatiku kecut ketika menerima surat dari dosenku, yang meminta supaya aku berhenti berkunjung ke rumah perempuan itu. Dasar kepala batu, aku tetap saja datang bertandang. Mengapa persahabatan harus dibungkan dengan cara licik begitu, pikirku”(paragraf 40).
3.      Kecintaan terhadap seorang pahlawan
Penghargaan orang terhadap pahlawan memang selalu terjadi pada kehidupan masyarakat. Peghargaan itu juga diperbuat oleh tokoh perempuan terhadap orang yang dicintainya yang meninggal sebagai seorang pahlawan yang membela tanah airnya. “Terutama upaya bertahun-tahun mencari jiwa manusia ketiga yang telah disumbangkan untuk tanah airnya” (paragraf 29).
Dari kutipan yang ada pada cerpen dan yang ada pada dunia nyata diatas menunjukan bahwa terdapat kesamaan aspek-aspek sosial. Yaitu tentang kedekatan antara anak dan ibu, penghargaan terhadap pahlawan yang telah membela tanah air, dan persahabatan.
Dari aspek-aspek sosial yang ada pada cerpen dapat kita temukan bahwa aspek-aspek sosial  yang ada tersebut merupakan representasi dari dunia nyata. Karya sastra tidak terlepas dari kehidupan nyata karena kehidupan nyata adalah bahan dasar dalam pembuatannya.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Cerpen merupakan karya sastra yang di dalamnya memuat aspek-aspek sosial. Aspek-aspek sosial ini lah yang kita gali untuk dapat menerapakan teori mimesis pada cerpen Mencintai Boneka. Teori mimesis itu berarti terdapat jiplakan dari dunia nyata namun tidak semata-mata menjiplak karena setiap karya sastra terdapat kreativitas pengarang yang menimbulkan karya itu menjadi fiktif.
Dunia di dalam karya sastra adalah sebuah dunia yang fiktif. Akan tetapi, dunia fiktif ini bisa jadi mengandung nilai-nilai yang menjadi alternatif dari nilai-nilai yang selama ini mendominasi di dunia nyata. Nilai-nilai yang ditawarkan oleh karya sastra ini bisa jadi lebih baik atau bahkan lebih buruk. Penilaian tersebut tentu tergantung pada masyarakat yang mengkonsumsi karya sastra yang dimaksud. Penulis mungkin tidak mempunyai hak untuk memaksa masyarakat menganut nilai-nilai dan norma-norma sosial tertentu. Ia hanya bisa menuangkan isi pikiran dan hatinya dalam tulisan. Namun, apa yang ditulis olehnya dapat menawarkan sesuatu yang baru yang sedikit banyak dapat mempengaruhi masyarakat, walaupun hanya dari segi emosional. Tidak bisa dipungkiri, itupun adalah kekuatan dari karya sastra.
Dari aspek-aspek sosial yang ada pada cerpen dapat kita temukan bahwa aspek-aspek sosial  yang ada tersebut merupakan representasi dari dunia nyata. Karya sastra tidak terlepas dari kehidupan nyata karena kehidupan nyata adalah bahan dasar dalam pembuatannya. Karena pengarang dalam menghasilkan karya sastra ia distimulasi dari kehidupan nyata yang kemudian ia tuangkan dalam karya sastra baik itu novel, cerpen, puisi, maupun drama.
















DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K. 1979. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius
Luxemberg, Jan Van dkk. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia (judul asli Inleiding in de literatuur Wetenschap. 1982. Muiderberg: Dikck Countinho B.V Vitgever. Diterjemahkan oleh Dick Hartoko)
Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta : Pustaka pelajar
Teew. A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar