ANALISIS CERPEN
PEREMPUAN
YANG SELALU MENGGELITIK PINGGANGKAU
KARYA MARTIN
ALEIDA
MENGGUNAKAN
PENDEKATAN MIMETIK
TUGAS
MATA KULIAH SOSIOLOGI
SASTRA
Dosen
: Drs. Parlindungan nadeak
Disusun
Oleh:
Adrianus Andika R
F 11410035
KELAS
A 2010
REGULER
B
![]() |
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNVERSITAS
TANJUNGPURA
PONTIANAK
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Karya
satra merupakan cerminan kehidupan masyarakat. Karya satra itu bersifat dinamis
berjalan sesuai dengan perkembangan masyarakat karena karya sastra itu hasil
ciptaan seseorang yang merupakan bagian dari masyarakat. Di dalam masyarakat
seorang individu menjalani berbagai macam kejadian yang ia alami. Dari kejadian
yang ia alami yang ada pada dunia nyata itulah sebagai bahan dasar ide dalam
penulisan karya sastra.
Dari pengertian di atas maka dalam mengkaji karya satra kita dapat
menghubungkan dengan sosiologi sastra. Dimana ilmu tersebut membahas karya
sastra yang di hubungkan dengan masyarakat. Sosilologi sastra juga dapat di definisikan
sebagai pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek
kemasyarakatannya.( Ratna, 2:2011). Dengan dua pengertian tersebut maka karya
sastra dapat dihubungkan dengan masyarakat. Karya sastra sesungguhnya adalah
dunia miniatur, karya sastra berfungsi sebagai pengekspresian
kejadian-kejadian, yang telah dikerangkakan dalam pola kreativitas dan
imajinasi.
Ketika menghubungkan karya sastra dengan masyarakat maka kita akan memahami
karya sastra dari sudut pandang sosiologi sastra. Dalam sosiologi sastra
terdapat berbagai teori yang dapat digunakan. Salah satunya adalah teori
mimetik. teori mimetik itu sendiri menggangap bahwa karya sastra merupakan
cerminan dari masyarakat.
Pendekatan mimetik ini akan kami terapkan pada salah satu karya sastra yakni
cerpen yang berjudul “perempuan yang Selau Menggelitik Pinggangku”. Kami
akan membahas cerpen ini dengan menganalisis kejadian-kejadian dalam karya
sastra yang dihubungakan dengan fakta-fakta sosial yang ada pada masyarakat.
Cerpen dengan judul “Perempuan yang Selalu Menggelitik Pinggangku ” ini
merupakan cerpen karangan Martin Aleida yang mengisahkan kekaguman seorang
laki-laki terhadap perempuan, tetati perempuan itu kemudian membohonginya.
B.
Rumusan Masalah
Dari penjelasan
latar belakang di atas maka dapat kita jadikan sebagai pijakan dalam menyusun
rumusan masalah. Rumusan masalah yang diambil adalah bagaimana penerapan
pendekatan mimetik dalam mengkaji cerpen dan apa sajakah kejadian-kedajian
dalam cerpen yang berhubungan dengan fakta-fakta sosial yang ada dalam
masyarakat.
C. Tujuan
Mengetahui
bagaimana penerapan analisis mimetik dalam cerpen dan memahami kejadian yang
ada dalam cerpen yang berhubungan dengan fakta-fakta sosial dalam masyarakat.
D. Kajian
Teori
Teori
mimesis ini perpijak pada pemikiran Plato dan Aristoteles. Plato memilki
pandangan terhadap mimesis itu sendiri. Begitu pula Aristoteles. Pandangan
Plato mengenai mimesis sangat dipengaruhi oleh pandangannya mengenai konsep
Idea-idea yang kemudian mempengaruhi bagaimana pandangannya mengenai seni.
Plato
menganggap Idea yang dimiliki manusia terhadap suatu hal merupakan sesuatu yang
sempurna dan tidak dapat berubah. Idea merupakan dunia ideal yang terdapat pada
manusia. Idea oleh manusia hanya dapat diketahui melalui rasio,tidak mungkin
untuk dilihat atau disentuh dengan panca indra. Idea bagi Plato adalah hal yang
tetap atau tidak dapat berubah, misalnya idea mengenai bentuk segitiga, ia
hanya satu tetapi dapat ditransformasikan dalam bentuk segitiga yang terbuat
dari kayu dengan jumlah lebih dari satu . Idea mengenai segitiga tersebut tidak
dapat berubah, tetapi segitiga yang terbuat dari kayu bisa berubah
(Bertnens1979:13).
Berdasarkan
pandangan Plato mengenai konsep Idea tersebut, Plato sangat memandang rendah
seniman dan penyair dalam bukunya yang berjudul Republic bagian kesepuluh.
Bahkan ia mengusir seniman dan sastrawan dari negerinya. Karena menganggap
seniman dan sastrawan tidak berguna bagi Athena, mereka dianggap hanya akan
meninggikan nafsu dan emosi saja. Pandangan tersebut muncul karena mimesis yang
dilakukan oleh seniman dan sastrawan hanya akan menghasilkan khayalan tentang
kenyataan dan tetap jauh dari ‘kebenaran’. Seluruh barang yang dihasilkan
manusia menurut Plato hanya merupakan copy dari Idea, sehingga barang tersebut
tidak akan pernah sesempurna bentuk aslinya (dalam Idea-Idea mengenai barang
tersebut). Sekalipun begitu bagi Plato seorang tukang lebih mulia dari pada
seniman atau penyair. Seorang tukang yang membuat kursi, meja, lemari dan lain
sebagainya mampu menghadirkan Idea ke dalam bentuk yang dapat disentuh panca
indra. Sedangkan penyair dan seniman hanya menjiplak kenyataan yang dapat
disentuh panca indra (seperti yang dihasilkan tukang), mereka oleh Plato hanya
dianggap menjiplak dari jiplakan (Luxemberg:16).
Menurut
Plato mimesis hanya terikat pada ide pendekatan. Tidak pernah menghasilkan kopi
sungguhan, mimesis hanya mampu menyarankan tataran yang lebih tinggi. Mimesis
yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan tidak mungkin mengacu secara langsung
terhadap dunia ideal. (Teew.1984:220). Hal itu disebabkan pandangan Plato bahwa
seni dan sastra hanya mengacu kepada sesuatu yang ada secara faktual seperti
yang telah disebutkan di muka. Bahkan seperti yang telah dijelaskan di muka,
Plato mengatakan bila seni hanya menimbulkan nafsu karena cenderung menghimbau
emosi, bukan rasio (Teew. 1984:221).
Sedangkan
Aristoteles adalah seorang pelopor penentangan pandangan Plato tentang mimesis,
yang berarti juga menentang pandangan rendah Plato terhadap seni. Apabila Plato
beranggapan bahwa seni hanya merendahkan manusia karena menghimbau nafsu dan
emosi, Aristoteles justru menganggap seni sebagai sesuatu yang bisa meninggikan
akal budi. Teew (1984: 221) mengatakan bila Aristoteles memandang seni sebai
katharsis, penyucian terhadap jiwa. Karya seni oleh Aristoteles dianggap
menimbulkan kekhawatiran dan rasa khas kasihan yang dapat membebaskan dari
nafsu rendah penikmatnya.
Aristoteles
menganggap seniman dan sastrawan yang melakukan mimesis tidak semata-mata
menjiplak kenyataan, melainkan sebuah proses kreatif untuk menghasilkan
kebaruan. Seniman dan sastrawan menghasilkan suatu bentuk baru dari kenyataan
indrawi yang diperolehnya. Dalam bukunya yang berjudul Poetica (via
Luxemberg.1989:17), Aristoteles mengemukakakan bahwa sastra bukan copy
(sebagaimana uraian Plato) melainkan suatu ungkapan mengenai “universalia”
(konsep-konsep umum). Dari kenyataan yang menampakkan diri kacau balau seorang
seniman atau penyair memelih beberapa unsur untuk kemudian diciptakan kembali
menjadi ‘kodrat manusia yang abadi’, kebenaran yang universal. Itulah yang
membuat Aristoteles dengan keras berpendapat bahwa seniman dan sastrawan jauh
lebih tingi dari tukang kayu dan tukang-tukang lainnya.
Pandangan
positif Aristoteles terhadap seni dan mimesis dipengaruhi oleh pemikirannya
terhadap ‘ada’ dan Idea-Idea. Aristoteles menganggap Idea-idea manusia bukan
sebagai kenyataan. Jika Plato beranggapan bahwa hanya idea-lah yang tidak dapat
berubah, Aristoteles justru mengatakan bahwa yang tidak dapat berubah (tetap)
adalah benda-benda jasmani itu sendiri. Benda jasmani oleh Aristoteles
diklasifikasikan ke dalam dua kategori, bentuk dan kategori. Bentuk adalah
wujud suatu hal sedangkan materi adalah bahan untuk membuat bentuk tersebut,
dengan kata lain bentuk dan meteri adalah suatu kesatuan (Bertens.1979: 13).
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Penerapan
Pendekatan Mimetik dan Analisis cerpen Perempuan
yang Selalu Menggelitik Pinggangku karya Martin Aleida
Untuk dapat menganalisis cerpen dengan
menggunakan teori mimetik maka kita harus menganalisis aspek-aspek sosial yang
ada dalam cerpen itu sendiri. Hal itu dikarenakan mimesis menurut pandangan
Aristoteles berarti seniman dan sastrawan yang melakukan mimesis tidak
semata-mata menjiplak kenyataan, melainkan sebuah proses kreatif untuk
menghasilkan kebaruan. Seniman dan sastrawan menghasilkan suatu bentuk baru
dari kenyataan indrawi yang diperolehnya. Dalam bukunya yang berjudul Poetica
(via Luxemberg.1989:17).
Dari masalah
yang diangkat pengarang dalam cerpen ini, dapat dilihat bahwa fenomena sosial
yang terjadi hanya berasal dari satu konflik yaitu kekaguman seorang laki-laki
terhadap seorang perempuan, yang kemudian ia ingin sekali bertemu dengan
perempuan itu, tetaapi hasilnya setelah bertemu ia malah dibohongi perempuan
itu sendiri. Dimana konflik tersebut terjadi ketika tokoh Aku masih muda dahulu dan sedang kuliah di Moskow. Cerpen Perempuan
yang Selalu Mengelitik Pinggangku ini sebenarnya menceritakan seorang kakek tua
yang bercerita dengan imajinasinya yang dangkal untuk menghibur cucunya. Ia
mendapat inspirasi dari sebuah guntingan koran L’Unita yang dibuat kliping
waktu ia masih kuliah dahulu. Di situlah awalnya peristiwa dalam cerita cerpen
ini.
Martin
Aleida sebagai pengarang cerpen Perempuan
yang Selalu Menggelitik Pinggangku menempatkan dirinya sebagai tokoh Aku sekaligus sebagai tokoh utama dalam
cerpennya dan dia lah yang kemudian bercerita. Dalam cerpen ini, pengarang yang
sekaligus menjadi tokoh Aku menceritakan kisah atau pengalamannya semasa kuliah
si Uni Soviet dahulu. Semasa ia kuliah ia mendapat beasiswa sebesar 90 rubel.
Dan ia banyak menghabiskan uang tersebut untuk membeli bacaan seperti koran.
Gara-gara membeli koran ia lupa untuk menabung uangnya, padahal ia berkeinginan
untuk pergi ke Italia, tetati diceritakan, walaupun ia tidak mendapatkan unag
cukup untuk pergi ke Italia, tetapi ia tidak kehabisan akal untuk pergi juga.
Dan akhirnya ia pun pergi, dengan unag yang hanya cukup untuk membayar tiket
kereta api. Di perjalanannya itulah ia bertemu dengan seorang perempuan yang
selalu menggelitik punggungnya yang kemudian menjadi kawannya.
Sebenarnya
yang ingin disampaikan penulis melalui cerpen ini adalah nilai-nilai apa yang
ingin disampaikanya yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat.
Nilai-nilai ini terdapat dalam aspek sosial, misalnya yang digambarkan oleh
penulis seperti berikut.
1. Kedekatan
seorang anak dengan ibu
Dalam cerpen ini kedekatan ibu dan
anak digambarkan dengan kerinduan seorang anak dengan ibunya, ketika berada
jauh dengan ibunya. Dalam cerpen tokoh Aku, walaupun ia tidak bisa bertemu dengan
ibu kandungnya yang berada dijauh, tetapi ia berniat menghilangkan kerinduannya
dengan seorang ibu yang ia kenal waktu berada di kereta api. Hal itu tampak
pada kalimat ini: “ pada saat seperti itu
terasa benar bahwa aku berada di perantauan yang jauh, di mana batang kelapa,
pohon singkong maupun akar bakau adalah mimpi di balik dunia yang lain. Aku
teringat Emakku. Dengan siapa aku cinta dan hormat begitu tinggi” ( paragraf
25).
Meningat ibunya yang jauh, sehingga
ia tidak bisa melepas rindu, maka ia memutuskan untuk melepas rindunya kepada
seorang perempuan tua yang ia kenal watu dikapal. Tampak dari kalimat ini: “Pahit rasanya kalau rindu tak terpuaskan.
Entah bagaimana, lamunanku pada kampung halaman mendorong hatiku untuk
melangkahkan kaki keluar asrama .... menuju tempat tinggal seorang perempuan
Rusia, kawan seperjalannanku”( paragraf 26).
2. Persahabatan
Sifat manusia yang selalu bersahabat
digambarkan dalam cerpen karya Martin Aleida yang berjudul Perempuan yang Selalu Menggelitik Pinggangku. Walaupun pertemuan di
antara tokoh aku dan Perempuan itu hanya sebentar, yaitu di kereta api. Tetapi
mereka bisa sangat dekat dan akrab pada kemudian harinya. Sehingga mereka sering bertemu di kemudian
harinya. Persahabatan memang selalu ada rintangannya, begitu juga persahabatan
antara keda tokoh di dalam cerpen tersebut juga akan medapat tantangan.
Terlihat pada kalimat ini:
“Minggu
berikutnya aku datang lagi. Dan datang, datang lagi, dengan keyakinan
persahabatan tak boleh mati. Hatiku kecut ketika menerima surat dari dosenku,
yang meminta supaya aku berhenti berkunjung ke rumah perempuan itu. Dasar
kepala batu, aku tetap saja datang bertandang. Mengapa persahabatan harus
dibungkan dengan cara licik begitu, pikirku”(paragraf 40).
3. Kecintaan
terhadap seorang pahlawan
Penghargaan orang terhadap pahlawan
memang selalu terjadi pada kehidupan masyarakat. Peghargaan itu juga diperbuat oleh
tokoh perempuan terhadap orang yang dicintainya yang meninggal sebagai seorang
pahlawan yang membela tanah airnya. “Terutama
upaya bertahun-tahun mencari jiwa manusia ketiga yang telah disumbangkan untuk
tanah airnya” (paragraf 29).
Dari
kutipan yang ada pada cerpen dan yang ada pada dunia nyata diatas menunjukan
bahwa terdapat kesamaan aspek-aspek sosial. Yaitu tentang kedekatan antara anak
dan ibu, penghargaan terhadap pahlawan yang telah membela tanah air, dan persahabatan.
Dari
aspek-aspek sosial yang ada pada cerpen dapat kita temukan bahwa aspek-aspek
sosial yang ada tersebut merupakan representasi dari dunia nyata. Karya
sastra tidak terlepas dari kehidupan nyata karena kehidupan nyata adalah bahan
dasar dalam pembuatannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cerpen merupakan karya sastra yang
di dalamnya memuat aspek-aspek sosial. Aspek-aspek sosial ini lah yang kita
gali untuk dapat menerapakan teori mimesis pada cerpen Mencintai Boneka. Teori
mimesis itu berarti terdapat jiplakan dari dunia nyata namun tidak semata-mata
menjiplak karena setiap karya sastra terdapat kreativitas pengarang yang
menimbulkan karya itu menjadi fiktif.
Dunia di dalam karya sastra adalah
sebuah dunia yang fiktif. Akan tetapi, dunia fiktif ini bisa jadi mengandung
nilai-nilai yang menjadi alternatif dari nilai-nilai yang selama ini
mendominasi di dunia nyata. Nilai-nilai yang ditawarkan oleh karya sastra ini
bisa jadi lebih baik atau bahkan lebih buruk. Penilaian tersebut tentu
tergantung pada masyarakat yang mengkonsumsi karya sastra yang dimaksud.
Penulis mungkin tidak mempunyai hak untuk memaksa masyarakat menganut
nilai-nilai dan norma-norma sosial tertentu. Ia hanya bisa menuangkan isi
pikiran dan hatinya dalam tulisan. Namun, apa yang ditulis olehnya dapat
menawarkan sesuatu yang baru yang sedikit banyak dapat mempengaruhi masyarakat,
walaupun hanya dari segi emosional. Tidak bisa dipungkiri, itupun adalah
kekuatan dari karya sastra.
Dari aspek-aspek sosial yang ada
pada cerpen dapat kita temukan bahwa aspek-aspek sosial yang ada tersebut
merupakan representasi dari dunia nyata. Karya sastra tidak terlepas dari
kehidupan nyata karena kehidupan nyata adalah bahan dasar dalam pembuatannya.
Karena pengarang dalam menghasilkan karya sastra ia distimulasi dari kehidupan
nyata yang kemudian ia tuangkan dalam karya sastra baik itu novel, cerpen,
puisi, maupun drama.
DAFTAR
PUSTAKA
Bertens, K. 1979. Ringkasan
Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius
Luxemberg, Jan Van dkk. 1989. Pengantar
Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia (judul asli Inleiding in de literatuur
Wetenschap. 1982. Muiderberg: Dikck Countinho B.V Vitgever. Diterjemahkan oleh Dick
Hartoko)
Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Paradigma
Sosiologi Sastra. Yogyakarta : Pustaka pelajar
Teew. A. 1984. Sastra dan Ilmu
Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar